Kamis, 02 Juni 2011

ETIKA DAN MORAL (KODE ETIK KEDOKTERAN GIGI INDONESIA)

A.KONSEP ETIKA & MORAL
1. Definisi Etika & Moral
    a. Definisi Etika
  • Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
  • Menurut Ahmad Amin, “etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia."
  • Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan”.
  • Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya.
  • Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas­kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
-         Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
-         Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.

Secara teoritis, etika mempunyai pengertian sebagai berikut :
1.      Secara etimologis, etika berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya : ta etha), yang berarti “adat-istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam ari ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.
2.      Etika dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas sehingga mempunyai pengertian yang jauh lebih luas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret.
Etika merupakan bagian filsafat, sebagai ilmu etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat etika mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering supriadi, 1998:24).

Etika terdapat dua macam (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
  • Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertin­dak secara etis.
  • Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang da­pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng­hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

b. Definisi Moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Moral dalam istilah dipahami juga sebagai :
  1. prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk
  2. kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.
  3. ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.

Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika sama ada baik atau buruk dinamakan moral.
Moral yang menyangkut etika terbagi menjadi dua yaitu :
a.       Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b.      Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.

Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikan ukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif. (Hardiwardoyo,1990). Apabila hati nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka norma akan membantu mencari kebaikan moral. Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu.




2.Ruang Lingkup Etika & Moral
a.      Ruang lingkup Etika
Dilihat dari definisinya, etika berhubungan dengan 4 hal, yaitu :
·        Dari segi definisi etika, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
·        Dari segi sumber, etika bersumber dari akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, tidak absolute, dan tidak punya universal tapi terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya.
·        Dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
·        Dari segi sifatnya, etika bersifat relative, yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.    
b. Ruang lingkup moral
         Dilihat dari definisinya, moral menentukan batas-batas dari sifat-sifat,  perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

3. Prinsip Etika & Moral
Prinsip-prinsip dari Etika & moral adalah sebagai berikut :
  • Obyek Etika & Moral adalah tingkah laku
  • Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
  • mementingkan pembentukan kebiasaan

4.Hubungan dan Persamaan Etika & Moral
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila yang dapat dipaparkan sebagai berikut:
  • Pertama, akhlak, etika, moral dan susila mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangkai yang baik.
  • Kedua, akhlak, etika, moral dan susila merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
  • Ketiga, akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambangan, dengan tingkat keajegan dan konsistensi yang tinggi.


            5. Perbedaan Moral & Etika
Etika
Moral
Lebih mengarah ke ketentuan perbuatan manusia
Berupa tingkah laku yang dinilai oleh orang lain
Menyangkut norma-norma
Menyangkut perilaku
Etika menetukan moral / etika berada di atas moral
Moral ditentukan oleh etika
Merupakan suatu aturan yang mengacu kepada baik dan buruknya perbuatan seseorang
Pemikiran kritis atau dasar penilaian dari pandangan moral tersebut
Etika merupakan ilmu
Moral adalah ajaran aplikasi
Berorientasi pada sifat alami manusia yang telah ada sejak dulu
Berorientasi pada karakter dari seseorang atau kelompok


            6. Aspek-aspek yang Terkait dengan Etika & Moral
a. Aspek Agama
            Beberapa definisi agama :
  • Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)
  • Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward Caird)
  • Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley)

Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti keberagamaan orang lain. Tetapi apa makna agama secara psikologis pasti berbeda-beda, karena agama menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, agama adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa, bagi yang lain agama adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan sesama makhluk, bagi yang lain lagi agama adalah akhlak atau perilaku baik, bagi yang lain lagi agama adalah pengorbanan untuk suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati (istisyhad) demi keyakinan.
Bagi orang beragama, agama menyentuh bagian yang terdalam dari dirinya, dan psikologi membantu dalam penghayatan agamanya dan membantu memahami penghayatan orang lain atas agama yang dianutnya. Secara lahir agama menampakkan diri dalam bermacam-macam realitas; dari sekedar moralitas atau ajaran akhlak hingga ideologi gerakan, dari ekpressi spiritual yang sangat individu hingga tindakan kekerasan massal, dari ritus-ritus ibadah dan kata-kata hikmah yang menyejukkan hati hingga agitasi dan teriakan jargon-jargon agama (misalnya takbir) yang membakar massa. Inilah kesulitan memahami agama secara ilmah, oleh karena itu hampir tidak ada definisi agama yang mencakup semua realitas agama. Sebagian besar definisi agama tidak komprehensip dan hanya memuaskan pembuatnya
Kesulitan memahami realitas agama itu direspond The Encyclopedia of Philosophy yang mendaftar komponen-komponen agama. Menurut Encyclopedia itu, agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut :
1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas agama (takjub, misteri, harap, cemas, merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seagama, seiman atau seaspirasi.

Jadi pengertian agama itu sangat kompleks. Psikologi agama mencoba menguak bagaimana agama mempengaruhi perilaku manusia, tetapi keberagamaan seseorang juga memiliki keragaman corak yang diwarnai oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar Psikologi mampu menguak keberagamaan seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhab Psikoanalisa) keberagamaan merupakan bentuk ganguan kejiwaan, bagi mazhab Behaviorisme, perilaku keberagamaan tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitip sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan agama. Dibutuhkan paradigma baru atau mazhab baru Psikologi untuk bisa memahami keberagamaan manusia.

b. Aspek Budi Pekerti & Tingkah Laku (Kepribadian)
Budi pekerti atau akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan pengertian baik dan buruk. Menurut Allport, kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas
Sifat-sifat budi pekerti terbagi empat, yaitu :
  • Compassion, yaitu simpati yang mendalam, ikut merasakan apa yang penderita rasakan
  • Arif dan bijaksana, yaitu mampu menilai suatu keadaan dengan tepat dan berani mengambil keputusan tanpa terpengaruh oleh pertimbangan eksternal dan relevan
  • Dapat dipercaya
  • Integritas moral, yaitu taat pada norma-norma moral.
Budi pekerti mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan moral. Secara mendasar budi pekerti mengacu pada sikap dan tingkah laku seseorang.

c. Aspek Sosial & Ekonomi
Keadaan perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh keadaan social dan ekonominya. Misalnya saja dalam masalah konflik etika. John Burton yang merupakan tokoh terkemuka dari kelompok Human Needs Theory (1990) menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia (keadaan ekonomi dan social) adalah unsur mutlak dalam pemenuhan kesejahteraan manusia. Konflik (aplikasi etika) dan kekerasan akan muncul apabila satu pihak yang tidak terpenuhi unsur tersebut.
Merasa bahwa kelompok lain menghalangi pemenuhan kebutuhannya.
Burton membedakan antara pertikaian (dispute), yang merupakan adanya perebutan material yang masih dapat di negosiasikan. Sedangkan konflik (conflict) adalah suatu kekurangan atau deprivasi dalam kebutuhan dasar manusia yang sudah berada dalam taraf tidak bisa di negosiasikan. Konflik identitas menurut Burton merupakan kebutuhan yang tidak dapat di negosiasikan karena identitas merupakan hal yang bersifat mendasar. Untuk melakukan resolusi konflik maka yang harus diupayakan pertama kali adalah terciptanya kondisi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk saling memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara konstruktif. Untuk mengurangi timbulnya kekerasan dan konflik terbuka Burton mengusulkan dilakukannya langkah ”provention” yaitu suatu upaya untuk menghilangkan sumber konflik dan secara lebih proaktif mempromosikan lingkungan yang positif untuk memungkinkan masyarakat secara konstruktif memenuhi kebutuhan-kebutuhannya (perbaikan bidang ekonomi dan social).
Dalam bidang kedokteran, etika dan moral seorang dokter dipandang sebagai suatu hal yang utama karena pasien dari dokter tersebut adalah masyarakat, maka masyarakatlah yang akan membentuk opni tentang dokter tersebut. Agar seorang dokter dapat dinilai baik baik oleh masyarakat, maka harus menjunjung tinggi prinsip etika dan moral.


B. KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
            1. Sejarah
Praktik kedokteran dalam pengertian luas pada hakikatnya adalah perwujudan idealisme dan spirit pengabdian seorang dokter, sebagaimana yang diikrarkan dalam Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Dalam perkembangannya kemudian, seluruh aspek kehidupan di dunia ini mengalami perubahan paradigma secara bermakna, termasuk dalam profesi kedokteran, dengan akibat terjadi pula perubahan orientasi dan motivasi pengabdian tersebut pada diri sebagian dokter. Sebagai dampak perubahan yang semakin global, individualistik, materialistik, dan hedonistik tersebut, maka perilaku dan sikap tindak profesional di sebagian kalangan dokter juga berubah.
Masyarakat kemudian juga semakin memandang negatif profesi kedokteran karena melihat dan menyaksikan maraknya praktik-praktik kedokteran yang semakin jauh dari nilai-nilai luhur Sumpah Dokter dan KODEKI. Masyarakat atau pasien merasa perlu "melindungi diri" terhadap perilaku hedonistik dan unethical para dokter itu.
Kode etik kedoktran Indonesia pertama kali disusun tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di Jakarta. Bahan rujukan yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar ke-22 Ikatan Dokter Sedunia.
            Seperti halnya dengan Kode Etik Internasional yang mengalami berbagai panyempurnaan, Kode Etik Kedokteran Indonesia pun mengalami perubahan-perubahan, yaitu melalui Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran ke-2 yang dilaksanakan di Jakarta, untuk kemudian pada tahun 1983 dinyatakan berlaku bagi semua dokter di Indonesia melalui surat keputusan No.434/MENKES/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983. Pada Musyawarah Kerja Nasional IDI XIII, 1993, Kode Etik Kedokteran Indonesia itu telah diubah menjadi 20 pasal.
            Sebagai pedoman dalam perilaku, Kode Etik Kedokteran Indonesia mengandung beberapa ketentuan yang semuanyan tertuang dalam kedua puluh pasalnya. Secara umum pasal-pasal tersebut dapat dibedakan atas lima bagian, yaitu :
  • Kewajiban umum seorang dokter
  • Kewajiban dokter terhadap penderita
  • Kewajiban dokter terhadap teman sejawat
  • Kewajiban dokter terhadap diri sendiri
  • Penutup
2. Definisi Kode Etik Kedokteran
Kode etik Kedokteran adalah suatu landaskan atas norma-norma etik dalam praktik seorang dokter yang mengatur hubungan manusia umumnya dan dimiliki azas-azasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia- azas itu adalah Pancasila sebagai landasan idiil dan UndangUndang Dasar 1945 sebagai landasan struktural.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter Indonesia, baik yang bergabung secara fungsional terikat dalam Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat dalam organisasi di bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, telah merumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Fungsi dari Kode etik kedokteran ini adalah :
  • Memberikan perlindungan kepada pasien
  • Meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi
  • Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Tujuan kode etik kedoteran :
  • Agar seorang dokter dapat menaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik kedokteran
  • Agar seorang dokter dan dokter gigi dapat bekerja dengan sepenuh hati dalam memberikan pelayanan kesehatan
  • Menjungjung tinggi norma luhur dalam menjalankan pekerjaan maupun kehidupan pribadinya
  • Agar tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dengan etik dan moral
  • Agar tidak memberikan keterangan palsu tentang pasien

3.      Prinsip Etika Kedokteran
Prinsip adlah berpihak pada pasien, artinya dalam mengambil tindakan seorang dokter harus mempertimbangkan manfaat dan resiko yang sekecil mungkin, termasuk resiko biaya.
Prinsip etika Kedokteran tersebut meliputi :
  • Autonomy, yaitu prinsip moral dokter untuk selalu menghargai dan menghormati hak otonomi pasien, terutama dalam hal hak untuk memperoleh informasi yang jujur dan benar serta hak untuk melakukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya.
  • Beneficience, yaitu melakukan tindakan untuk kebaikan pasien
  • Non-Malefience, yaitu prinsip moral yang selalu berorientasi kepada kebaikan pasien dan tidak melakukan tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
  • Justice, yaitu sikap keadilan dan tidak diskriminatif
  • Altruisme, yaitu pengabdian profesi dokter sebagai profesi seumur hidup dan aplikasinya untuk masyarakat.





  1. Kode etik kedokteran Gigi Indonesia
(SK MENTERI KESEHATAN RI NO. 128/MENKES/SK/III/1981)
1.      Adalah menjadi kewajiban semua dokter gigi yang menjalankan praktek di Indonesia untuk mentaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik kedokteran gigi Indonesia.
2.      Seorang dokter gigi berkewajiban untuk bekerja dengan penuh pengabdian bagi kepentingan pelayanan kepada masyarakat bagi kemajuan ilmu kedokteran gigi dan bagi martabat profesi kedokteran gigi.
3.      Sebagai manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dokter gigi berkewajiban menjunjung tinggi norma hidup yang luhur, dalam kehidupan pribadinya dan dalam menjalankan pekerjaannya.
4.      Dalam menjalankan pekerjaannya, seorang dokter gigi janganlah melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan etik, misalnya :
·        Melakukan perbuatan-perbutan yang bersifat memuji diri sendiri, baik yang menyangkut kepandaiannya, peralatannya, maupun cara pengobatannya
·        Melakukan usaha-usaha untuk menarik perhatian umum, melalui cara yang tidak wajar, supaya praktek lebih dikenal orang
·        Menjual obat di tempat praktek, bukan dengan maksud memberikan pertolongan pertama
·        Melakukan tindakan kedokteran gigi tanpa indikasi bahwa tindakan itu perlu dilakukan hanya dengan maksud mendapatkan keuntungan belaka dari tindakan itu
·        Meminta uang jasa atau menetapkan tarif pengobatan yang tidak wajar yang melampaui batas-batas yang tidak lazim
·        Mempergunakan gelar yang tidak menjadi haknya
·        Melakukan atau mencoba melakukan tindakan-tindakan yang bersifat asusila terhadap penderita di kamar prakteknya
5. Seorang dokter gigi hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya


      5. Pelanggaran Etika Kedokteran
            a. Pelanggaran Etika Murni
  • Menarik Imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi.
 Dalam melakukan pekerjaannya, seorangdokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi. Seorang dokter dapat menerima imbalan jasanya, jika diberikan dengan keikhlasan, sepengetahuan atau atas kehendak penderita.
  • Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
Seorang dokter yang baik tidak menyalahkan sejawatnya di depan pasiennya (walaupun itu benar), tetapi secara bijaksana membahas kasusnya dengan sejawatnya dan sebaliknya mengembalikan pasien sejawatnya yang pertama kali dikunjungi pasien tersebut.
  • Memuji diri sendiri di depan pasien.
Pada dasanrnya dokter sama sekali tidak boleh melibatkan diri dalam berbagai kegiatan promosi, karena promosi tersebut terkait dengan kepentingan-kepentingan yang sering kali bertentangan atau tidak menunjang tugas mulia seorang dokter. Perbuatan dokter sebagai pemeran langsung atau iklan promosi komoditi yang dimuat media masa atau elektronik merupakan perbuatan tercela, karena tidak dapat disingkirkan penafsiran adanya suatu niat lain untuk memuji diri sendiri. Walaupun hal itu dilakuakn dalam wahana ilmiah kedokteran, dianggap juga sebagai perbuatan tercela, apalagi jika tidak berlandaskan pengetahuan kedokteran tertinggi dalam bidangnya, sehingga tidak diyakini sebagai produk yang layak diberikan kepada pasien, sehingga untuk dirinya sendiri maupun kepada sanak keluarganya bila mengalami hal yang sama.
  • Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.
  • Dokter mengabaikan kesehatan dirinya.

b. Pelanggaran Etikolegal
  • Pelayanan kedokteran di bawah standar
  • Menerbitkan surat keterangan palsu
  • Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan kedokteran
  • Abortus Provokatus
  • Pelecehan seksual

c. Kasus Malprakter
Tolak ukur praktek kedokteran dianggap criminal jika :
  • Bertentangan dengan hokum
  • Akibatnya dapat dibayangkan
  • Akibatnya dapat dihindarkan
  • Perbuatannya dapat dipersalahkan


6. Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran
Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan MKEKG telah menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para dokter antara lain sebagai berikut :
1.      Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan lebih dahulu kepada MKEK.
2.      Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK.
3.      Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK propinsi.
4.      Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan).
5.      Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan.
6.      Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi.
7.      Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat.
8.      Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang berwenang. Pedoman penilaian kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran

Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para pelakunya dan untuk mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu timbul kesulitan dalam menilai pelanggaran etik, selama pelanggaran itu tidak merupakan kasus-kasus pelanggaran hukum. Dalam menilai kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran, MKEK berpedoman pada :
§         Pancasila
§         Prinsip-prinsip dasar moral umumnya
§         Ciri dan hakekat pekerjaan profesi
§         Tradisi luhur kedokteran
§         LSDI
§         KODEKI
§         Hukum kesehatan terkait
§         Hak dan kewajiban dokter
§         Hak dan kewajiban penderita
§         Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran
§         Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran senior.

Selanjutnya, MKEK menggunakan pula beberapa pertimbangan berikut, yaitu:
§         Tujuan spesifik yang ingin dicapai
§         Manfaat bagi kesembuhan penderita
§         Manfaat bagi kesejahteraan umum
§         Penerimaan penderita terhadap tindakan itu
§         Preseden tentang tindakan semacam itu
§         Standar pelayanan medik yang berlaku

Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran etik, pelanggaran dikategorikan dalam kelas ringan, sedang atau berat, yang berpedoman pada :
§         Akibat terhadap kesehatan penderita
§         Akibat bagi masyarakat umum
§         Akibat bagi kehormatan profesi
§         Peranan penderita yang mungkin ikut mendorong terjadinya pelanggaran
§         Alasan-alasan lain yang diajukan tersangka

Bentuk-bentuk sanksi Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Sipil terdapat uraian tentang tingkat dan jenis hukuman, sebagai berikut :
§         Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
§         Hukuman disiplin ringan
Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
    1. Teguran lisan
    2. Teguran tulisan, dan
    3. Pernyataan tidak puas secara tertulis
§         Hukuman disiplin sedang, Hukuman disiplin berat
Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
a.       Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
b.      Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun, dan
c.       Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun
§         Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a.       Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun
b.      Pembebasan dari jabatan
c.       Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan
d.      Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
Pada kasus-kasus pelanggaran etikolegal, di samping pemberian hukuman sesuai peraturan tersebut di atas, maka selanjutnya diproses ke pengadilan.

7.            Hukum Yang Terkait Dengan Kode Etik Kedokteran
Sumber dan dasar hukum kewajiban dokter pasien adalah:
a.Dunia Kesehatan
·        Sumpah Hippocrates (460-377 S.M.)

  1. Internasional
·        Deklarasi Jenewa/ World Medical Association (WMA) (1948).
·        Declaration of Human Rights PBB
·        International Code of Medical Ethics/ WMA (1949)
·        Konstitusi WHO (Jenewa, 1976)
·        Deklarasi Helsinki dari WMA

c. Indonesia
·        UUD-45 : Sila II.Kemanusiaan yang adil dan beradab.
·        No. 26 (1960): Lafal Sumpah Dokter
·        PP 434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
·        PP No. 585/MENKES/PER/IX/1989: Persetujuan tindakan medik
·        UU No.23 (1992): Tentang Kesehatan
·        PP No. 32 (1996): Tentang Tenaga Kesehatan
·        UU No. 29(2004): Praktik Kedokteran

d. PERATURAN PEMERINTAH
·        PP No.26(1960) tentang Lafal Sumpah Dokter.
·        Permenkes: No. 554 (1982) tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran.
·        PP No. 434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
·        Permenkes: No.585(1989) tentang Persetujuan Tindakan Medik
·        Permenkes: No. 749a(1989) tentang Rekam Medis
·        PP RI No. 32 (1996) tentang Tenaga Kesehatan

e. Declaration of Human Rights (PBB)
·        Hak merdeka dan hak yang sama
·        Dihormati sebagai manusia dimanapun
·        Tidak boleh diperlakukan kejam
·        Sama di depan hokum
·        Berhak atas pendidikan, pekerjaan dan jaminan sosial
·        Hak memberikan pendapat
·        Hak mendapatkan pelayanan dan perawatan kesehatan diri sendiri dan keluarga



f. SUMPAH DOKTER INDONESIA (PP No.26 -1960/SK Menkes No. 434-1983)
·        Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan:
·        Hidup berbakti untuk kepentingan keperikemanusiaan.
·        Memelihara martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran
·        Menjalankan tugas secara terhormat dan bersusila sesuai martabat dokter
·        Mengutamakan kepentingan masyarakat
·        Merahasiakan segala sesuatu yang merupakan kerahasiaan dokter.
·        Tidak menggunakan pengetahuan kedokteran yang bertentangan dengan perikemanusiaan
·        Menghormati setiap hidup insani, mulai dari saat pembuahan.
·        Mengutamakan kesehatan penderita
·        Berikhtiar sungguh-sungguh tidak terpengaruh oleh faktor agama, bangsa, suku, kelamin, politik, kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.
·        Memberikan penghormatan dan terima kasih yang selayaknya kepada guru-guru saya.
·        Memperlakukan TS sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan.
·        Mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
·        Mengikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh, dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

8. Hak dan Kewajiban Dokter
Didalam memberikan layanan kedokteran, dokter mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran; Kode Etik Kedokteran Indonesia; Pernyataan IDI; Lampiran SK PB IDI dan Surat edaran Dirjen Yanmed No: YM 02.04.3.5.2504 th. 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.

Ø      Hak Dokter
Hak dokter adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu:
·        Hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
·        \Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional serta berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis pasien yang sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
·        Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, profesi dan etika.
·        Hak untuk mengakhiri atau menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi dan wajib menyerahkan pasien kepada dokter lain, kecuali untuk pasien gawat darurat.
·        Hak atas ‘privacy’ (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).
·        Hak memperoleh informasi yang lengkap dari jujur dari pasien atau keluarganya.
·        Hak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
·        Hak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.
·        Hak mendapatkan imbalan jasa profesi yang diberikan berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan atau peraturan yang berlaku di rumah sakit.

Ø     Kewajiban Dokter
1.Sumber dan Dasar Hukum kewajiban Dokter antara lain:
§        Kewajiban Dokter (PP NO. 32-1996)
Pasal 21  : Mematuhi Standar profesi tenaga kesehatan
Pasal 22 : 1. Menghormati hak pasien
  2. Menjaga kerahasiaan pasien
  3. Memberikan informasi kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
4. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5. Membuat dan memelihara rekam medis

  • Kewajiban Dokter (UU No. 29-2004)
Pasal 51
Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur serta kebutuhan medis pasien;
1. Merujuk pasien kedokter lain apabila tidak mampu;
2. Merahasiakan segala sesuatu tentang pasien;
3. Melakukan pertolongan darurat;
4.Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perekmbangan ilmu kedokteran

  • KEWAJIBAN DOKTER (“KODEKI”-18 Pasal)

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.

Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melakukan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.

Pasal 5
Tiap perbuatan atau ansehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperolah persetujuan pasien.




Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a
Sepramg dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubugnan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.



Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dangan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan SUATU permeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.


Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.


KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17
Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada citacitanya yang luhur.

.      9. kewajiban dan hak pasien
  • Hak dan Kewajiban Pasien
Didalam mendapatkan layanan kesehatan, pasien mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, th.1997; UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut :

  • Hak Pasien
Hak pasien dalam hukum kedokteran bertumpu dan berdasarkan atas dua hak asasi manusia yaitu Hak untuk pemeliharaan kesehatan (The right of health care) dan Hak untuk menentukan nasib sendiri (The right to self determination)




Sumber dan Dasar Hukum hak pasien adalah:
  • HAK PASIEN (PP No.32 -1996)
Pasal 23
Pasien berhak atas ganti rugi akibat terganggunya kesehatan, cacat atau kematian karena kelalain tenaga kesehatan
Ganti rugi dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

  • HAK PASIEN (UU No.29-2004)
Pasal 52
  • Mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis.
  • Meminta pendapat dokter lain.
  • Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis
  • Menolak tindakan medis dan
  • Mendapatkan isi rekam medis

  • HAK-HAK PASIEN (KODEKI)
  • Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya dan hak untuk mati secara wajar
  • Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar profesi kedokteran
  • Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi
  • Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan
  • Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya
  • Menolak dan menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
  • Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan dan dikembalikan kepada dokter yang merujuk
  • Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi
  • Memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit
  • Berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniawan dan lain-lainnya selama perawatan.
  • Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya
  • Pada dasarnya hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien. Dari sumber dan dasar hukum diatas dapat diambil kesimpulan hak-hak pasien adalah sebagai berikut:
  • Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
  • Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
  • Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/ kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
  • Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan.
  • Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
  • Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
  • Hak atas ’second opinion’ / meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
  • Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku.
  • Hak untuk memperoleh informasi / penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya.
  • Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
  • Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
  • Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam berobat dan atau masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
  • Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu ketertiban dan ketenangan umum/ pasien lainya.
  • Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit.
  • Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit terhadap dirinya.
  • Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
  • Hak transparansi biaya pengobatan/ tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
  • Hak akses / ‘inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis miliknya.

Kewajiban Pasien
Sumber dan Dasar Hukum Kewajiban Pasien adalah:
  • KEWAJIBAN PASIEN (KODEKI)
    1. Memeriksakan diri sedini mungkin
    2. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya
    3. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
    4. Menandatangani surat PTM dan lain-lain
    5. Yakin pada dokter dan yakin akan sembuh


C. REGULASI UNDANG-UNDANG
1.      UU RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Sistematika UU Kesehatan
a. BAB I (ketentuan umum)
            Pasal 1 ini mengenai tentang :
Praktik kedokteran
Dokter dan dokter gigi
Konsil kedokteran Indonesia
Sertifikasi Kompetensi
Registrasi
Registrasi ulang
Surat izin praktik
Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi
Sarana pelayanan kesehatan
Pasien
Profesi kedokteran atau kedokteran gigi
Organisasi profesi
Kolegium kedokteran Indonesia dan Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia
Majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia
Menteri



b. BAB II (Asandan tujuan)
Pasal 2 menyangkut asa praktik kedokteran
Pasal 3 menyangkut tujuan praktik kedokteran

c. BAB III (Konsil Kedokteran Indonesia)
Pasal 4 dan 5 menyangkut tempat dan kedudukan
Pasal 6 sampai 10 tentang fungsi, tugas, dan wewenang
Pasal 11 sampai 21 tentang susunan organisasi dan keanggotaan
Pasal 22 sampai 24 tentang tata kerja
Pasal 25 tentang pembiayaan

d. BAB IV (Standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi)
Pasal 26 tentang standard pendidikan profesi

e. BAB V ( Pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi)
Pasal 27 dan 28

f. BAB VI ( Tentang registrasi dokter dan dokter gigi)
Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, dan 35

g. BAB VII (Penelenggaraan praktik kedokteran)
Pasal 36 tentang surat izin praktik (juga termasuk pasal 37 dan 38)
Pasal 39 sampai 43 tentang pelaksanaan praktik
Pasal 44 tentang standard pelayanan
Pasal 45 tentang persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
Pasal 46 tentang rekam medis (juga termasuk pasal 47)
Pasal 48 tentang rahasia kedokteran
Pasal 49 tentang kendali mutu dan kendali biaya
Pasal 50 dan 51 tentang hak dan kewajiban dokter atau doter gigi
Pasal 52 dan 53 tentang hak dan kewajiban pasien
Pasal 54 tentang pembinaan

h. BAB VIII (Disiplin dokter dan dokter gigi)
Pasal 55 sampai 65 tentang majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia
Pasal 66 tentang pengaduan
Pasal 67 dan 68 tentang pemeriksaan
Pasal 69 tentang keputusan
Pasal 70 tentang pengaturan lebih lanjut

i. BAB IX (Pembinaan dan pengawasan)
Pasal 71 sampai 74 tentang pembinaan dan pengawasan

j. BAB X (keputusan pidana)
Pasal 75 sampai 80 tentang ketentuan pidana

k. BAB XI (ketentuan penutup)
Pasal 85 sampai 88 tentang ketentuan penutup



2. UU RI No.29 Tahun 2004

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
10. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
 
BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.
 
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
 
Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
 
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI

Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan kompetensi kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
 
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik

Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik

Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
 
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan

Paragraf 1
Standar Pelayanan

Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
 
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi

Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
 
Paragraf 3
Rekam Medis

Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4
Rahasia Kedokteran

Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
 
Paragraf  5
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.

Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Paragraf  6
Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
 (2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.


D. ORGANISASI KEDOKTERAN GIGI INDONESIA
          1. KKI (Konsil Kedokteran Indonesia)
Konsil Kedokteran Indonesia Indonesia atau KKI merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural dan bersifat independen, yang bertanggung jawab kepada Presiden RI. Mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
KKI bertugas melakukan registrasi dokter dan dokter gigi. Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
KKI memiliki wewenang menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi. Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi. Mengesahkan standar kompetensi. Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi. Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

Visi : Terwujudnya dokter dan dokter gigi profesional yang melindungi pasien

Misi : Meningkatkan kualitas hidup manusia melalui dokter dan dokter gigi yang profesional

Tata Nilai : Konsil Kedokteran Indonesia menjunjung tinggi nilai integritas, profesionalisme kemitraan, dan respek pada kemanusiaan

Strategi Utama  1 : Menerapkan sistem registrasi & monitoring dokter dan dokter gigi secara online diseluruh Indonesia.
Sasaran :
·  Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran telah teregistrasi dan terjamin kompetensinya.
·  Sistim monitoring dokter gigi berfungsi secara aktif dan online diseluruh indonesia.

Strategi Utama  2 : Menegakkan profesionalisme dokter dan dokter gigi dalam praktik kedokteran.
Sasaran :
·  Setiap dokter dan dokter gigi menerapkan profesionalisme dalam praktik kedokteran.
·  Setiap pasien memperoleh jaminan praktik kedokteran yang aman.

Strategi Utama  3 : Memastikan standar nasional pendidikan profesi dokter dan dokter gigi.
Sasaran :
·  Setiap institusi pendidikan dokter dan dokter gigi telah menerapkan standar nasional pendidikan.
·  Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan(Continuing Professional Development).
·  Setiap perkembangan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi di Indonesia memenuhi rambu dan aturan yang jelas.

Strategi Utama  4 : Meningkatkan kemitraan dengan organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah untuk menerapkan praktik kedokteran yang melindungi masyarakat.
Sasaran :
·  Seluruh masyarakat menyadari hak dan kewajibannya, memperoleh perlindungan hukum dalam praktik kedokteran.
·  Setiap dokter dan dokter gigi memperoleh kepastian hukum dalam menjalankan praktik kedokteran.
·  Setiap organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah menjalankan perannya dalam melaksanakan UU Praktik Kedokteran.

2.      PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia)
PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) merupakan satu-satunya organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di Bandung, atau kini telah berusia lebih dari 50 tahun.
Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan saat ini memiliki 12 Pengurus Wilayah dan 119 Cabang PDGI di seluruh Indonesia. (terlampir)
Pada Kongres PDGI XXI tahun 2002 dilaporkan bahwa jumlah total anggota PDGI yang tercatat di seluruh cabang adalah sebesar + 7000 anggota, atau merupakan 60% dari jumlah dokter gigi se-Indonesia. Belum semua lulusan dokter gigi terdaftar sebagai anggota PDGI, tetapi dengan akan diterapkannya sistem registrasi dokter gigi melalui Konsil Kedokteran Gigi Indonesia (KKGI) diharapkan jumlah anggota PDGI akan bertambah.
Ditingkat Internasional PDGI merupakan “country member” pada berbagai organisasi antara lain:
APDF/APRO (Asia Pacific Dental Federation/Asia Pacific Regional Organizations)  Organisasi Dokter Gigi Regiona
FDI (Federation Dentaire Internationale) – Organisasi Dokter Gigi se-dunia
Pada tahun 2007, Indonesia (PDGI) diharapkan menjadi tuan rumah untuk APDF Congress.

Tujuan PDGI
Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan  negara.
Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum dalam rangka menunjang kesejahteraan rakyat Indonesia
Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya 
Meningkatkan kesejahteraan anggota

Sejarah Singkat PDGI
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) atau Indonesian Dental Association (IDA) merupakan satu-satunya organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di Hotel Savoy Homann Bandung.
Pendiri  PDGI  antara lain :
1.  R.G. Soeria Soemantri
2.  F. Karthaus
3.  Kwa Kong Ing
4.  Rd. Adang Djajadiredja
5.  The Se Hon
6.  Siem Kie Hian
7.  E. Kaltofen
8.  Tjen A Pat
9.  Siem Kie Liat
10. Tjiook Kim Tjing
11. RM Soelarko
12. F. H. Lie
13. Birkenfeld

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Jika berkenan apakah bisa dicantumkan daftar pustaka? Agar dapat membantu yang lain. Terima kasih :)

    BalasHapus