Aku mulai menyadari keberadaanku yang telah ada sejak sebelum manusia dibentuk pertama kalinya. Ada banyak faktor negosiasi atas keadaanku dan Sang Pencipta telah menetapkan bahwa aplikasi terbesarku ada pada diri manusia saat itu. Semua itu akan menjadi suatu tameng yang menjamin akan keberadaanku selamanya.
Pernah terbesit dibenakku bagaimana jika suatu saat ikrar tentang keberadaanku ternyata hanya sekedar janji palsu semata. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nantinya. Mungkin saat ini aku telah menjadi salah satu rasa yang tertanam di hati manusia untuk mendeskripsikan siapa sebenarnya mereka. Tapi bagaimana nantinya? Sejauh ini aku merasa aman-aman saja dengan keberedaan ini. Aku merasa hadirnya aku semakin memperkuat komitmen mereka dalam menjalani kehidupannya. Alur perjalananku masih lurus dan mengalir aman. Aku merasa semakin percaya diri dengan diriku sendiri.
Sekian lama aku melangkah berani, bahkan aku telah berteman baik dengan kesombongan dan keangkuhan karena tak tergoyahkan lagi keberadaanku ini. Namun, tertanyata, ada yang salah dengan aplikasi sikapku. Berteman baik dengan kesombongan membuat aku lupa diri bahwa aku adalah rasa setia yang baik yang tentunya setiap kebaikan itu pasti akan mendapatkan cobaan. Dan aku tau bahwa ada banyak sekali bisikan lain yang menginginkan aku pergi. Sesaat aku menjadi takut. Dan kini semua terjawab sudah. Semua ketakutanku menjadi nyata. Keyakinan manusia terhadapku mulai memudar, bahkan kemudian melupakanku.
Aku mulai berfikir, apa yang sebenarnya membuat manusia tak menginginkanku lagi. Bukankah aku telah membawa bahagia dalam hidup mereka? Mungkinkah bahagia mereka telah memudar kini? Tanda tanya besar menghampiriku, aku bingung.
Tapi, ada banyak hal kurasa yang membuat manusia gundah untuk dapat mempertahankanku dalam hati mereka. Salahkah jika ternyata manusia menginginkan suatu keadaan lain yaitu suatu situasi di mana aku tidak lagi terdapat di dalamnya? Mungkin dengan berpaling dari rasa setia awal yang ada akan membuat hidup mereka semakin baik. Jika saja ini dipandang dari sudut pandangku mungkin aku akan mengatakan ini sungguh keterlaluan, tapi, aku juga tidak mau terlalu egois kepada keadaan seperti itu, manusia juga berhak untuk membuat hidupnya bervariasi. Dengan segala pertimbangan itu, aku terkadang berpikir untuk menghindar atau menghilang dari hati mereka, hingga tak lagi ada rasa setia yang akan membebani langkah mereka..
Aku merasa benar-benar dipuncak kebingungan, ini dilema besar untukku. Aku kembali teringat dengan ikrar dulu. Jika saja aku betul-betul pergi dari hati jasad-jasad itu, maka apa yang akan terjadi dengan konsekuensi ikrar itu? Jasad-jasad itu pasti akan terlihat begitu bodoh oleh ucapan ikrarnya. Begitu bodoh karena ikrar itu telah membuat aku ada dalam kehidupan mereka. Ya, seharusnya manusia tak mengundang rasa setia datang dalam ucapan ikrar mereka. Aku merasa begitu kasihan menyadari kenyataan ini. Tetapi, jika saja aku masih tetap bertahan ada dalam hati mereka, apakah aku tidak menjadi beban yang berat untuk mereka? Aku juga tidak bisa terus bertahan.
Aku pergi, kembali, akan pergi, ingin kembali, Melangkah pergi, teringat tuk kembali,aku tak bisa memutuskan pilihan pergi atau tetap. Dan kini kudapatkan keadaan manusia semakin aneh dan tak dapat dimengerti. Koordinasi pikiran dan hati pun kacau balau, semua karena aku. Semakin lama semua semakin tidak terkontrol, hingga suatu saat, sebuah keyakinan rasa berpaling mendepakku keras dan mengusirku dari hati manusia. Aku masih mencoba untuk bertahan. Namun, semua aspek hati, pikiran, dan jasad tidak lagi memihak padaku. Sepertinya aku memang harus pergi. Ya, sekarang aku tak lagi ragu, aku tidak akan memperdulikan apa yang akan terjadi pada hidup manusia saat aku tidak lagi ada. Senangkah mereka? Atau sedihkah mereka? Aku tidak mempermasalahkannya lagi, karena aku tak lagi menjadi bagian rasa hati mereka. Aku adalah rasa setia yang berpaling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar